Sebuah Hal Bernama "Olimpiade Sains" (1)


Assalamu’alaikum,
Akhirnya, setelah sekian lama blog ini dipenuhi hal-hal berbau sejarah, maka sekarang penulis –masih dengan hal berbau sejarah juga-  akan sedikit bercerita tentang pengalaman penulis bersama sesuatu yang bernama ‘olimpiade sains’. Mumpung masih panas-panasnya persiapan OSN 2018 yang akan digelar di Padang 1-7 Juli 2018 nanti, siapa tahu ada yang kesasar membaca postingan ini. Ahaha… tertawa jahat  *ups Perhatian! Membaca postingan ini cukup menyita waktu Anda.

Jadi, nostalgia ini dimulai…..

Perkenalan saya dengan olimpiade sains dimulai ketika saya masih sd, mungkin sekitar kelas empat, saat itu saya diajak oleh guru saya untuk ikut belajar bersama kakak kelas saya yang sedang persiapan olimpiade matematika tingkat kecamatan. Saya yang baru pertama kali melihat soal-soal aneh macam itu tak habis pikir, ini gimana caranya? Apakah semua harus manual (dicoba satu persatu)? Saya yang baru pertama mencoba itu belum mengerti yang namanya pola dalam matematika, tetapi dengan berpusing-pusing bersama beberapa soal akhirnya….saya masih pusing juga. Hehehe…Pada akhirnya di tahun depannya saya pun diikutkan di olimpiade matematika tingkat kecamatan bersama partner saya yang mengikuti olimpiade bidang IPA. Yah, mungkin karena memang belum takdirnya, kami pun langsung tercekal di tingkat kecamatan. Kami berdua sama-sama peringkat lima, sedangkan anak yang diambil untuk lanjut ke tingkat kabupaten hanya tiga orang. Mungkin jodoh saya memang bukan matematika Ahah, lupakan. Saya masih ingat ketika itu bahkan nilai saya tidak mencapai sepertiganya, hmm… Tetapi, kehidupan harus terus berlanjut.

Berlatar belakang kedua orang tua saya yang merupakan guru IPS SMP sekaligus pembimbing olimpiade IPS membuat saya tertarik untuk melihat-lihat soal-soal olimpiade IPS SMP. Hmm, kayaknya seru, pikir saya kala itu. Namun, di madrasah saya ternyata tim olimpiade ini langsung dibagi oleh sekolah dan entah takdir apa yang membawa saya berhadapan dengan fisika. Ibu saya pernah bilang kalau fisika itu susah. Aih, susah siih, tapi ternyata seru juga. Seenggaknya ngga seabstrak matematika, wkwk. Nah, dari fisika ini akhirnya saya bisa menjejakkan kaki ke tanah Jawa Timur untuk pertama kalinya, Malang lebih tepatnya. KSM 2013, ah ya,  dari ajang itu saya mulai mengerti bahwa olimpiade bukan sekadar persaingan, namun lebih dari itu, disini saya mendapat keluarga baru yang turut berjuang bersama saya.

Kala itu, di daerah saya, madrasah belum boleh ikut-ikutan OSN, jadi semasa madrasah tsanawiyah saya ngga pernah ikut tuh yang namanya OSN SMP, hanya mendengar dan mencoba soal-soal yang dibawakan oleh ibu saya. Dan dari sini saya mencoba bertekad untuk mencicipi per-OSN-an di masa SMA nanti. (backsound angin berhembus)

Lalu, saya pun bersyukur saya diterima di sebuah kampus –prestasi, mandiri, dan islami- di Kota Tangerang Selatan, Banten, dan saya masih berharap kampus ini dapat ‘mengabulkan’ cita-cita masa kecil saya untuk ikut OSN.

Yak, masa putih abu-abu dimulai, kalau di madrasah ini, siswa-siswa yang berminat di bidang peroliman harus mendaftar KBS (Klub Bidang Studi). Disinilah awal karir per-OSN-an saya di jenjang aliyah dimulai. Pada tes KBS kelas 10 saya diterima di empat mapel, Fisika, Kimia, Astronomi, serta Geografi. Dan ini sempat membuat saya dihantui keraguan berhari-hari. Pada akhirnya, entah kenapa, pilihan saya jatuh ke Kimia. Waktu berlalu, tak terasa seleksi untuk ikut OSK datang begitu saja, alhamdulillah saya peringkat tujuh dari tujuh orang yang kala itu berkesempatan untuk ikut pelatihan berikutnya. Nah, di pelatihan ini rasa ragu saya kembali. Jujur saja, ketika pelatihan itu mungkin materi yang saya serap kurang lebih hanya seperempatnya saja. Ketika saya melihat catatan saya, saya tetap saja tidak mengerti. Ingin bertanya, tapi ngga tahu harus tanya mulai darimana. Entah memang saya yang lagi ngga konsen, atau emang saya yang kurang baca dan belajar. Lalu diadakan seleksi lagi untuk mengambil lima orang, dan saya berada di peringkat lima. Sungguh, ketika itu saya sudah hampir menyerah untuk melanjutkan pelatihan, saya mikir, berhari-hari ninggalin kelas dan ngga dapet apa-apa, mendingan saya balik kelas aja. Saat itu saya sudah berniat mengundurkan diri saja, tetapi akhirnya saya urungkan dan menjalani sisa pelatihan dengan seadanya. Hasilnya, yah sudah bisa ditebak, saya ngga lolos buat ikut OSK. Sedih? Tentu saja, setelah berhari-hari waktu yang saya habiskan untuk mengurus satu hal itu. Well, tapi kehidupan harus terus berlanjut, saya kembali teringat cita-cita masa kecil (sebenernya ada motivasi lain) dan saya bertekad untuk tidak menyia-nyiakan tahun depan, kesempatan terakhir saya untuk mencoba per-OSN-an.

Dari kegagalan saya di Kimia, beberapa teman saya menyarankan untuk pindah bidang, dan saya juga teringat pesan salah satu guru IPA di MTs saya dulu untuk mencoba bidang Astronomi. Saya pun tidak  ingin mengulangi hal yang sama, saya harus lebih bersungguh-sungguh kali ini. Lalu, kelas 11 datang begitu saja, begitupula tes KBS. Rencananya saya ingin mencoba mendaftar di Kimia dan Astronomi (Kimianya buat jaga-jaga ceritanya) dan entah takdir apa ini, tes seleksi bidang Kimia dan Astronomi diadakan pada saat yang bersamaan. Jadi, saya harus memilih satu. Sempet kaget sebenernya, namun karena tekad saya sudah bulat, baiklah tahun ini coba Astronomi aja, kalau gagal berarti bukan takdir.

Ternyata Allah memudahkan jalan saya hingga tiket OSK pun didapat. Walau awalnya sempet ngga begitu yakin bisa ikut OSK, namun yaaa inilah jalannya. Di OSK setiap sekolah berhak mengirim tiga orang untuk tiap-tiap mapel (Mat, Fis, Bio, Kim, Kom, Astro, Keb, Eko, dan Geo), dan di Astronomi ini saya ‘berpartner’ dengan seorang veteran tahun lalu dan seorang adik kelas. Pengumuman OSK pun keluar, sempat desas-desus kalau tahun ini yang lolos ke OSP cuma sedikit, dan ternyata desas-desus itu benar adanya. Dari 27 orang yang ikut OSK, hanya 8 orang yang lolos ke OSP, berbeda jauh dengan saingan terberat kami di Tangerang Selatan yaitu Kharisma Bangsa yang bisa meloloskan kurang lebih 22 siswa. Saya termasuk dari 8 orang itu, senang sekaligus sedih melihat teman-teman yang langsung tercekal di OSK. Tetapi, mungkin memang inilah takdir, mungkin ada yang lebih baik untuk mereka daripada memperjuangkan OSP.

OSP datang, di OSP ini delegasi perempuan yang tersisa tinggal dua orang, saya dan seorang teman saya bidang biologi (waktu OSK masih ada tiga orang), dan alhasil kami mendapat satu kamar hanya untuk berdua (padahal kamar lainnya kalau ngga bertiga ya berenam). Di OSP ini ada sedikit cerita seram, entah memang kami berdua yang rada penakut atau gimana ya, di kamar itu, dari lemari kecil di hotel terdengar seperti suara ketukan dari dalamnya. Kami pun mencoba mengabaikannya, tapi karena rasa penasaran kami, sebelum kami pulang, kami pun membuka lemari kecil itu, dan ---------------- jeng jeng, ngga ada apa-apanya. Ahah, ya entahlah, tapi memang suasana hotel kala itu cukup sepi dan cocok buat latar film horror, yaah abaikan saja. Hasil OSP ini cukup mendebarkan karena pengumuman kelolosan OSN pun cukup lama. Kami pun mencoba memulai kembali rutinitas sekolah yang sudah lama kami tinggalkan. Malam itu akhirnya pengumuman OSN keluar, riuh sekali suasananya, kebetulan malam itu bertepatan dengan malam sebelum UAS TIK di madrasah saya. Alhamdulillah dari 8 delegasi OSP, semuanya lolos ke OSN, pertama kalinya dalam sejarah madrasah saya semua anak OSP berhasil lolos ke OSN.

Perjuangan kami masih harus berlanjut.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beberapa Tradisi di Kebumen

Kongsi Dagang Negara-negara di Eropa